“Nada, alat mandi dan baju sudah kan?,”
Tanya mama sambil membantu putrinya menyiapkan keperluan untuk berlibur. Nada mengangguk pelan tanpa ekespresi.
“Nada, kamu marah?,”
Nada masih terus sibuk memasukkan segala peralatannya.
“Nada?,”
Panggil mama lagi dengan lebih lembut. Nada berhenti bergerak, lalu menatap mama.
“Ma, Nada nggak mau pergi. Mama tahu kan Nada benci sama ayah. Bahkan bertahun-tahun nggak ketemupun dia nggak ada niat untuk tahu kabar Nada. Ayah undah ngebuang Nada dari hidupnya, terus kenapa Nada harus datang lagi. Nada punya harga diri Ma?,”
Tangan lembut Nada mengelap air matanya yang mulai berjatuhan
“Mama udah telepon ayah kemaren. Dia senang kok kamu datang, buktinya dia mau nyiapin supir dan mobil untuk jemput kamu.,”
“Ma? Apa mama yakin dengan ucapan mama sendiri?,”
Nada langsung menatap mata mama, mencari kejujuran di sana. Mama tak langsung menjawab, beliau sibuk memasukkan barang-barang terakhir yang belum dimasukkan ke dalam tas.
“Nada. Mama yakin ini yang terbaik untuk kamu. Ayo berangkat, supir ayah udah nunggu tuh ,”
Nada menyeret kakinya ke arah mobil mewah ayahnya. Di pintu mama mencium lembut pipi halus putrinya.
“Dia ayah kamu. Di dasar hatinya dia pasti saying sekali sama kamu.,”
“Yeah, aku yakin.,”
Jawab Nada sinis dan tak acuh, kemudian dia masuk mobil dan membanting pintu dengan kasar.
Mama memandang mobil hitam itu menjauh dengan hati tak karuan. Khawatir,pedih tapi di atas semuanya, hatinya penuh dengan harapan. Bukan hanya tentang uang tapi juga tentang harapan akan kehidupan yang lebih baik.
Tapi Nada adalah putri yang pandai dan keras hati, dan semakin dewasa keras hatinya semakin menjadi, dan sulit untuk memaksa gadis itu melakukan apa yang tidak ingin dia lakukan.
Jumat, 12 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar